Artikel Terbaru

Senin, 31 Oktober 2011

Contact Us

Untuk Menghubungi Kami, Silahkan Kirim E-mail Ke mushollanurulamin@gmail.com

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan Anak Ke Orang Tua

Sebagai orangtua, tahukah Anda, apa pertanyaan yang terus menerus ditanyakan anak sepanjang waktu di dalam pikirannya ? Baik dia lagi bermain, belajar, ngobrol dengan orangtua, lagi rewel dan waktu-waktu lain, kecuali waktu tidur kali ya, pertanyaan ini selalu ada dalam benak anak, baik secara sadar maupun secara tidak sadar.
Tahukah Anda apa pertanyaan itu ? Inilah pertanyaan yang selalu muncul di pikiran anak “Apakah orangtuaku mencintaiku ?” Anak secara konstan mencari jawaban pertanyaan ini dalam perilakunya. Saat anak rewel, dia sedang bertanya “Apakah orangtuaku mencintaiku ?” Saat anak lagi bermain dan melirik ke orangtuanya, dia juga sedang bertanya “Apakah orangtuaku mencintaiku ?”
Dan anak mendapat jawaban dari pertanyaan itu dari ucapan dan perilaku orangtua terhadap dirinya. Suatu saat anak yang merasa dicintai orangtuanya, sedang bermain dan tidak sengaja gelas kesayangan mamanya dijatuhkan dan pecah. Mamanya begitu marah pada anak ini dan memukul atau mencubit tangannya. Setelah kejadian itu, anak jadi kembali ragu dan bertanya apakah orangtuaku mencintaiku ? Dia mungkin jadi tambah rewel dan itulah cara seorang anak untuk mendapat jawaban dari orangtua.
Sebagai orangtua yang memang mencintai anaknya dan mengerti tentang hal ini, kita perlu belajar memberikan jawaban ke anak “YA, Saya Mencintaimu” dengan ucapan dan perilaku kita. Cinta yang kita perlu berikan adalah adalah suatu cinta tanpa syarat.
Bagi yang belum mengerti apa itu cinta tanpa syarat, saya jelaskan lebih dulu, cinta dengan syarat. Cinta dengan syarat ke anak adalah Anda hanya mencintai anak Anda saat dia berperilaku baik atau sesuai dengan yang Anda inginkan. Bila tidak, Anda memarahinya, Anda membentaknya atau dengan kata lain Anda tidak mencintainya.
Cinta tanpa syarat adalah cinta yang diberikan ke anak “apapun yang terjadi”. Tidak ada kondisi “nak, kamu harus begini begitu, baru papa/mama sayang sama kamu”. Cinta tanpa syarat adalah kita mencintai atau sayang dengan anak kita saat dia berperilaku baik, berperilaku buruk, ada kekurangan atau tidak. Cinta tanpa syarat tidak berarti kita setuju atau menyukai semua perilakunya. Juga tidak berarti kita membiarkannya melakukan hal-hal yang melanggar tata krama atau peraturan di masyarakat.
Banyak orangtua khawatir kalau sikap ini akan mengarah ke memanjakan anak. Pemikiran seperti ini keliru karena tidak ada cinta tanpa syarat yang terlalu banyak bagi seorang anak. Seorang anak mungkin “menjadi manja” karena ia dibesarkan dengan perilaku / cinta yang tidak pada tempatnya, tetapi tidak pernah karena cinta tanpa syarat.
Pendapat sebagian orangtua bahwa kalau anak berperilaku buruk harus saya marahi atau saya pukul agar dia tidak mengulangi lagi, itu tidaklah benar. Kalau cara seperti itu bagus, semestinya anak-anak yang nakal dan suka berkelahi, saat salah dipukuli atau dimarahi saja, mustinya beres kan ? Tetapi kalau kita mau melihat lebih dalam, anak-anak yang suka berkelahi di sekolah, seringkali adalah anak yang dirumah sering dimarahi atau dipukul orangtuanya. Jadi apakah efektif cara ini ?
Cinta tanpa syarat adalah cinta yang dibutuhkan anak agar dia merasa aman dan merasa nyaman di hatinya karena dia tahu orangtuanya mencintainya apa adanya sehingga dia mampu percaya diri dan anak malah semakin menurut dan mendengarkan orangtuanya. Anak akan semakin mengikuti aturan-aturan yang ditentukan orangtua. Anak tidak akan merasa perlu menentang orangtua untuk mendapat jawaban “Apakah orangtuaku mencintaiku”. Karena kunci dari pendidikan atau pendisiplinan baru dapat dilakukan secara efektif apabila anak merasa dicintai. Anak yang tangki cintanya penuh, mampu menanggapi bimbingan orangtuanya tanpa rasa permusuhan.
Tidaklah mudah memang mencintai anak tanpa syarat, menahan emosi dan kejengkelan adalah bagian dari kehidupan orangtua. Saya harus akui hal itu, saya tidak 100% selalu dalam kontrol saat menghadapi situasi tersebut, tetapi saya berusaha menjadi semakin baik.
Bila Anda termasuk orangtua yang tidak mudah menahan emosi atau kejengkelan saat anak berperilaku tidak sesuai dengan keinginan Anda, Anda bisa mendengarkan CD sesi hipnosis untuk meningkatkan kesadaran diri orangtua atau renungkan hal berikut ini :
  1. Ia masih anak-anak.
  2. Karena itu ia akan cenderung bertindak seperti anak-anak.
  3. Kebanyakan perilaku kekanak-kanakan memang tidak menyenangkan.
  4. Apabila saya melakukan tugas saya sebagai orangtua untuk mencintainya, meski perilakunya saat ini kekanak-kanakan, ia akan tumbuh dewasa dan meninggalkan semua cara yang kekanak-kanakan tadi.
  5. Apabila saya hanya mencintainya saat ia menyenangkan saya (cinta bersyarat), ia akan merasa tidak dicintai secara tulus. Hal ini akan merusak citra dirinya serta membuatnya merasa tidak aman, bahkan menghalangi tumbuh untuk memiliki perilaku yang lebih dewasa. Oleh sebab itu, saya bertanggungjawab atas perkembangan serta perilakunya sebagaimana halnya ia juga bertanggung-jawab tentang hal itu.
  6. Apabila saya hanya mencintai anak ketika ia memenuhi semua persyaratan atau harapan saya, maka ia akan selalu dihantui perasaan tidak aman, cemas, kurang menghargai diri sendiri serta memiliki rasa marah di dalam hati.
  7. Apabila saya mencintainya tanpa syarat, ia akan merasa nyaman terhadap diri sendiri dan akan mampu mengendalikan kecemasan serta perilakunya saat tumbuh dewasa.
Jadi sudahkan Anda memutuskan jawaban apa yang Anda berikan ke anak Anda ?
Saya percaya Anda akan mendapat manfaat dari pengetahuan ini. Selamat menjadi orangtua yang terbaik bagi anak Anda.

Ada 3 Tipe Orangtua, Anda Tipe yang Mana?

”Halo, selamat siang Pak. Saya Indri pembaca buku Hypnoparenting. Saya ingin minta waktu Bapak untuk konsultasi tentang masalah anak saya. Apakah Bapak ada waktu?”, demikian suara di seberang telepon. Setelah saya tanyakan apa masalahnya kemudian kami menyepakati jadwal bertemu.

Masalah Irwan, anak Ibu Indri, adalah masalah motivasi belajar. Irwan duduk di kelas dua sekolah dasar. Karena ”malas” belajar maka nilainya jelek dan akhirnya ia jadi minder di hadapan teman-temannya. Tidak berhenti sampai di situ saja. Ia sering berkelahi dengan temannya dan berselisih dengan guru dan orangtuanya. Ibu Indri sering dipanggil oleh guru Irwan dan sang guru sudah angkat tangan terhadap masalah tersebut.
Pada hari yang telah disepakati saya menemui Ibu Indri dan Irwan. Setelah ngobrol ringan beberapa saat saya mengetahui bahwa Ibu Indri dan suaminya adalah tipe orangtua ketiga. Orangtua tipe pertama adalah orangtua ”pencegah masalah”, orangtua tipe ini sering saya jumpai dalam seminar ataupun pelatihan intensif yang saya berikan. Orangtua tipe kedua adalah orangtua ”pencari solusi”. Mereka mencari solusi atas permasalahan anaknya. Tipe ini juga sering saya jumpai di seminar saya dan tak jarang berlanjut ke janji konsultasi dan terapi. Tipe ketiga adalah orangtua ”tahu beres”. Tipe ini hampir tidak pernah saya temui dalam seminar saya tetapi sering langsung datang ke ruang konsultasi dan terapi.
Orangtua tipe ketiga, seperti Ibu Indri dan suaminya, datang ke ruang terapi dengan harapan bahwa masalah anaknya langsung beres. Mereka berharap saya adalah makhluk ajaib yang langsung bisa menghipnosis anaknya untuk menuruti keinginannya.
Ketika mereka tahu bahwa proses perubahan anaknya menuntut proses perubahan diri mereka sendiri maka mereka jadi terheran-heran. Orangtua tipe ketiga sering tidak menyadari bahwa permasalahan anaknya bersumber dari pendekatan yang salah yang mereka lakukan sejak anak tersebut menjalani proses tumbuh kembangnya. Orangtua tipe ketiga sering menganggap bahwa anaklah yang sepenuhnya bertanggung jawab atas masalahnya. Mereka benar-benar susah untuk menerima kenyataan bahwa merekalah pemicu utama dari tindakan anak-anaknya.
Mengapa bisa begitu? Karena pada awal mulanya anak-anak hanya merespon sikap dan tindakan orangtuanya. Ketika orangtua mengulangi sikap dan tindakannya maka si anak juga mengulang respon yang sama. Dan akhirnya karena sering diulang maka hal ini menjadi kebiasaan dan karakter si anak.
Setelah saya memberikan masukan pada Ibu Indri dan suaminya tentang masalah Irwan kemudian saya mulai membantu Irwan secara pribadi untuk mulai mengubah cara pandangnya. Pada dasarnya ia anak yang sangat baik dan cukup punya pengertian tentang berbagai masalahnya. Ia mulai menyadari bahwa kejengkelan terhadap orangtuanya yang sering menjadi pemicu dari sikapnya. Saya meyakinkan padanya bahwa papa mamanya akan mengubah pendekatan mereka padanya. Setelah itu kami berpisah.
Satu bulan kemudian Ibu Indri menelepon saya untuk minta waktu lagi. Ia mengatakan bahwa perubahan anaknya hanya terjadi dua minggu saja. Setelah itu sikapnya balik lagi seperti semula.
Singkat cerita kami bertemu kembali. Dan saya tahu apa yang harus saya katakan pertama kali untuk memeriksa kembali kasus ini. Pertanyaan saya pertama adalah seberapa konsisten ibu Indri dan suaminya menjalankan apa yang saya minta. Mereka langsung mengatakan bahwa mereka susah sekali untuk mengubah pola pendekatannya ke Irwan. Mereka sering kembali lagi ke pola lama mereka yang menggunakan bentakan, cemoohan dan perkataan yang merendahkan secara tidak langsung. Mereka sering mengambil jalan pintas.
”Lalu saya harus bagaimana lagi. Saya sudah jengkel dan tak sabar melihat sikapnya. Saya kan masih banyak pekerjaan lain. Saya tidak mengurusi dia saja kan?”, demikian Ibu Indri membela dirinya.
”Kalau begitu siapa yang harus mengurusi Irwan yang masih sekecil itu?”, demikian saya ingin tahu jawabannya. ”Lha saya kan sudah sekolahkan dia. Saya sudah panggilkan guru les ke rumah untuk menemaninya belajar. Saya sudah sediakan pengasuh khusus untuknya. Apa lagi yang harus saya lakukan?”, demikian katanya setengah putus asa.
”Hmmmm tapi bukan itu saja yang dibutuhkan Irwan. Mereka semua tidak bisa memenuhi tangki cinta Irwan. Hanya Ibu dan Bapak yang bisa melakukannya. Dan Irwan benar-benar mengharapkan hal itu dari Bapak dan Ibu tetapi ia jarang mendapatkannya. Kedekatan fisik Bapak Ibu tidak berarti kedekatan emosional. Masalah ini hanya bisa diselesaikan jika bapak Ibu berkomitmen pada diri sendiri untuk melakukan perubahan sehingga akhirnya Irwan akan meresponnya dengan cara berbeda pula. Bapak Ibulah yang menjadi terapis utama bagi Irwan bukan saya! Secanggih-canggihnya saya melakukan hipnoterapi pada Irwan tetapi jika Bapak Ibu di rumah, yang jelas lebih banyak berhubungan dengan Irwan, tidak mendukung tumbuhnya kebiasaan baru maka cepat atau lambat hasil terapi akan terkikis habis!” demikian saya menjelaskan.
Dari contoh kasus di atas jelas sekali bahwa peranan orangtua sebagai terapis bagi anaknya sendiri sangat besar. Orangtua adalah akar dari sebuah pohon yang akan menyerap segala nutrisi yang ada di sekitarnya dan kemudian menyalurkannya ke anak sebagai buah yang ada jauh di atas pohon. Untuk menghasilkan buah yang baik maka akarnya yang harus diperhatikan agar bisa menyalurkan nutrisi yang baik dan berguna bagi bakal buah yang akan berkembang. Ketika buah sudah sudah muncul maka perlakuan kita untuk mengubahnya hanya mempunyai pengaruh yang kecil atau bisa jadi terlambat.
Bagaimanakah dengan diri kita sendiri? Termasuk tipe orangtua manakah kita? Saya percaya artikel ini jatuh ke tangan orangtua tipe pertama dan kedua. Orangtua tipe ketiga yang tahu beres tidak akan mau repot membaca artikel ini. Bila Anda punya teman atau kerabat yang tipe ketiga, email atau beritahukan artikel ini pada mereka agar cepat sadar / tobat demi masa depan anak-anaknya. Salam hangat penuh cinta.

Mengapa Dengan Orang Terdekat Kita Justru Cenderung Kasar?

Pada suatu hari, saya berjalan dengan tergesa-gesa karena hari sudah mulai malam dan saya masih harus menyiapkan makan malam bagi keluarga. Sudah menjadi kesepakatan kami untuk selalu berkumpul bersama pada setiap makan malam setelah satu hari sibuk dalam pekerjaan masing-masing. Di tengah perjalanan, saya menabrak seorang yang tidak saya kenal ketika ia berpapasan dengan saya. Akibatnya barang bawaan kami berdua berjatuhan dan berantakan.

"Oh, maafkan saya" adalah reaksi pertama saya sambil tersenyum menyesal.
Ia berkata, "Maafkan saya juga, Saya tidak melihat Anda juga."

Waktu itu, terbersit perasaan bersalah karena saya tidak melihat orang tersebut berjalan kearah saya dan perasaan menyesal karena sudah membuat barang bawaannya berhamburan. Baik saya maupun orang tidak dikenal itu, berusaha untuk bersikap sesopan mungkin agar tidak menyakiti satu sama lain. Akhirnya  kami berpisah dan mengucapkan selamat tinggal.

Pada hari itu juga, dengan keterbatasan waktu yang ada, saya membuat makan malam secepat mungkin. Saat saya akan membalikkan badan untuk memindahkan masakan ke piring saji. Saya terkejut karena adanya sekelebatan bayangan di depan saya. Anak lelaki saya berdiri diam di belakang saya selama saya memasak. Ketika saya  berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. "Minggir-minggir, jangan berdiri di tengah seperti itu!," kata saya  dengan  marah. Tanpa berkata apa-apa, ia pergi, hati kecilnya hancur. Saya tidak menyadari betapa  kasarnya kata-kata saya kepadanya.

Ketika saya berbaring di tempat tidur, dengan halus Tuhan  berbicara padaku, "Sewaktu kamu berurusan dengan orang yang tidak kau kenal, etika kesopanan kamu gunakan, tetapi kepada anak-anak yang engkau kasihi, engkau memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang. Coba lihat ke lantai dapur, engkau akan menemukan beberapa kuntum bunga dekat pintu. Bunga-bunga tersebut telah dipetik sendiri oleh anakmu; merah  muda, kuning dan biru. Anakmu berdiri tanpa suara supaya tidak  menggagalkan kejutan yang akan ia buat bagimu, dan kamu bahkan tidak melihat matanya yang basah saat itu."

Seketika aku merasa malu, dan sekarang air mataku mulai menetes. Saya pelan-pelan pergi ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya,

"Bangun, nak, bangun," kataku. "Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?"

Ia tersenyum, "Aku menemukannya jatuh dari pohon." Jawabnya polos.

"Aku mengambil bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti mama.  Aku tahu mama akan menyukainya, terutama yang berwarna biru."

Aku berkata, "Nak, mama sangat menyesal karena sudah kasar padamu; mama seharusnya tidak membentakmu seperti tadi."

Si kecilku berkata, "Gak apa-apa, ma. Aku tetap  sayang mama."

Aku pun membalas, "Anakku, aku sayang kamu juga, dan aku  benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yang biru."

Pernahkah anda berpikir jika kita mati besok, seberapa cepat perusahaan  mencari pengganti posisi kita? Besok? Satu minggu lagi? Pengganti kita akan cepat ditemukan dalam hitungan hari. Bagaimana dengan keluarga kita? Seberapa cepat keluarga kita mencari pengganti kita? setahun? sepuluh tahun? Posisi anda tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun!!! Keluarga kita tidak akan pernah mengganti posisi kita dengan siapapun.

Mari kita renungkan, seberapa seimbangkah waktu yang anda bagikan antara keluarga dan pekerjaan. Apakah kita lebih banyak menghabiskan waktu di kantor, toko atau di rumah? Pernahkah kita berpikir bahwa ternyata kita lebih gampang bersikap ramah terhadap orang lain dibandingkan kepada keluarga? Ya, kita lebih sering bersikap ramah terhadap orang lain daripada terhadap anak-anak kita sendiri.

Pernahkah kita menanyakan dan mencari tahu dengan sabar alasan anak kita ketika ia berperilaku menjengkelkan ?Terkadang anak-anak mengungkapkan sesuatu yang menurut kita sangat menjengkelkan dan seharusnya tidak mereka lakukan, namun ternyata dibalik kelakuan itu ada maksud baik. Tanyakan kepada mereka penyebab mereka melakukan perbuatan tersebut SEBELUM ANDA MEMARAHINYA ATAU MENEGURNYA.

Semoga cerita diatas dapat menginspirasi kita bahwa terkadang kita lebih cepat mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri pada keluarga ketimbang pada orang lain tanpa memikirkan lebih panjang lagi.

Tahukah anda arti kata Family?
Dalam bahasa Inggris, FAMILY = KELUARGA
FAMILY = (F)ather  (A)nd  (M)other  (I)  (L)ove  (Y)ou

Diterjemahkan dari: HARSH WORDS
Semoga menjadikan renungan yg bermanfaat